epicwin138
epicwin138
epicwin138
Virus Marburg Vs COVID-19 Lebih Fatal Mana?

Virus Marburg Vs COVID-19 Lebih Fatal Mana?

Read Time:3 Minute, 18 Second


Jakarta

Di tengah peralihan dari pandemi COVID-19 menjadi endemik, hadir virus Marburg yang dikhawatirkan menjadi pandemi berikutnya. Virus ini dilaporkan menyebar luas di Afrika dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.

Sejauh ini, WHO telah melaporkan 29 kasus virus Marburg di Guinea Khatulistiwa, termasuk 27 kematian. Selain itu, Tanzania juga melaporkan delapan kasus per 22 Maret 2023 dengan lima kematian.

“Konfirmasi kasus baru ini merupakan sinyal penting untuk meningkatkan upaya tanggap guna menghentikan rantai penularan dengan cepat dan mencegah potensi wabah skala besar dan korban jiwa,” kata Dr Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika, dikutip oleh Daily Mail UK.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Virus Marburg Vs COVID-19, Mana yang Lebih Berbahaya?

Ahli Epidemiologi Universitas Griffith Dr. Dicky Budiman, MSc, PH mengatakan kedua virus ini sama-sama berbahaya. Ini karena virus memiliki RNA (asam ribonukleat) dalam materi genetiknya.

Tidak seperti virus DNA (asam deoksiribonukleat), virus RNA lebih mudah bermutasi.

“Kedua virus ini adalah virus RNA, artinya potensinya untuk bermutasi cenderung membuat RNA lebih cepat dari DNA,” kata Dr Dicky saat dihubungi detik.com, Rabu (29/3/2023).

Namun, virus Marburg tampaknya lebih berbahaya karena belum ada vaksin atau obat yang meredakan gejalanya. Sedangkan COVID-19 sudah ada vaksin dan obatnya.

“Berbeda dengan Marburg, Marburg adalah virus, belum ada vaksinnya, belum ada obatnya juga. Sehingga hal ini membuat Marburg terkesan lebih berbahaya,” ujar Dr. Lemah.

“Sebenarnya kalau hampir identik, bedanya ada vaksin dan obat-obatannya,” lanjutnya.

Perbedaan antara virus Marburg dan COVID-19

Selain kekurangan obat dan vaksin untuk virus Marburg, Dr. Dicky menyebutkan beberapa perbedaan antara Marburg dan COVID-19, antara lain:

1. Media Pengiriman

Kedua virus ini menyebar melalui kontak dekat antara penderita dan orang sehat. Namun, virus Marburg biasanya menyebar melalui cairan tubuh seperti darah, urine, muntahan, dan feses. Meskipun COVID-19 menyebar melalui droplet (cairan yang dikeluarkan saat bersin, batuk, bahkan berbicara)

2. Asal usul virus

Virus Marburg pertama kali dikenal pada tahun 1967, ketika 31 orang terinfeksi, tujuh di antaranya meninggal secara bersamaan di kota Marburg dan Frankfurt, Jerman. Dua kasus lainnya terjadi di Serbia.

Wabah itu terkait dengan pekerjaan laboratorium menggunakan monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda.

“Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya diketahui bahwa ini merupakan virus dari famili Filoviridae. Ini satu famili dengan virus Ebola yang juga termasuk dalam grup tersebut,” jelas Dicky.

Sementara itu, hingga saat ini masih banyak teori mengenai asal usul virus corona atau COVID-19. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa COVID-19 berasal dari seekor anjing rakun di pasar hewan peliharaan di Wuhan, China.

3. Menyebabkan gejala

Salah satu ciri virus Filoviridae adalah menyebabkan penyakit demam berdarah. Sementara itu, COVID-19 menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan.

“Pada COVID tidak hanya berhenti di saluran pernapasan saja, tetapi juga berefek pada organ vital lainnya,” kata Dicky.

4. Tingkat kematian

Tingkat kematian untuk virus Marburg adalah 24-90 persen. Sementara angka kematian akibat COVID-19 jauh lebih rendah yakni kurang dari 2 persen. Tingkat kematian yang rendah disebabkan oleh pengembangan vaksin dan pengobatan untuk COVID-19 di seluruh dunia.

5. Masa inkubasi

Masa inkubasi virus Marburg lebih lama, berkisar antara 2-21 hari. Sedangkan masa inkubasi COVID-19 adalah 2-14 hari.

Apakah Virus Marburg Memiliki Potensi Pandemi?

Menurut Dr. Dicky, virus Marburg berpotensi menjadi pandemi. Ia menyebutkan tiga kriteria, di antaranya:

1. Manusia tidak memiliki kekebalan

Salah satu kriteria suatu penyakit menjadi pandemi adalah manusia tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut.

2. Tidak ada vaksin atau obat

Hingga saat ini, belum ada vaksin atau obat untuk virus Marburg. Oleh karena itu, kekebalan manusia belum terbentuk untuk melawan virus tersebut.

3. Mobilitas manusia semakin tinggi

Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia juga semakin meningkat. Situasi ini memungkinkan penyebaran virus lebih luas.

Dikatakan dr Dicky, kriteria terpenting agar suatu penyakit tidak menjadi pandemi adalah imunitas. Karena itu, dia menyarankan agar penelitian terkait obat dan vaksin lebih digiatkan.

Artinya, kita perlu gencar melakukan penelitian, obat-obatan dan vaksin, kata Dr Dicky.

Simak Video “Kenali Gejala Awal Munculnya Virus Marburg di Afrika”
[Gambas:Video 20detik]
(hari bulan)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Penyedia jasa sewa mobil mudik 2023 menawarkan penyewaan paket per 10 atau tujuh hari serta ada opsi lepas kunci. Previous post Tarif Sewa Mobil Mudik 2023, Avanza, Pajero Sport Hingga Alphard
5 Fakta Soundtrack Piala Dunia U-20 yang Hilang dari Situs Resmi FIFA Next post 5 Fakta Soundtrack Piala Dunia U-20 yang Hilang dari Situs Resmi FIFA