
Iuran Dokter Banyak Disorot, Perhimpunan Obgyn Buka Suara
Jakarta –
Pro dan Kontra Omnibus Law RUU Kesehatan mengungkap sisi gelap kesehatan, termasuk besarnya biaya menjadi dokter dan dokter spesialis. Tak hanya itu, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, proses izin praktek yang rumit dan mahal menyebabkan sebagian dokter tidak melanjutkan menjadi dokter spesialis.
Mengutip Wamenkes, Menkes menjelaskan bahwa RM6 juta diperlukan untuk mendapatkan surat tanda daftar (STR) dan surat izin praktek (SIP) untuk dokter spesialis. Sedangkan pada tahun 2022 akan ada 77 ribu dokter pemberi STR. Jika dijumlahkan, jumlahnya mencapai sekitar Rp 460 miliar.
“Wah, worth it ribut-ribut,” kata Menkes menjawab pro-kontra Omnibus Law.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Selain itu, untuk memperoleh STR mahasiswa diwajibkan memiliki minimal 250 Satuan Kredit Profesi (SKP). Perolehan SKP bisa didapatkan dengan mengikuti kegiatan seminar, misalnya mendapatkan empat SKP dengan satu seminar Rp 1 juta.
“Jadi kalau setahun ada 250 SKP, Rp 62 juta, dikalikan 140 ribu dokter, itu Rp 1 triliun lebih,” jelas Menkes sembari menyoroti biaya menjadi dokter.
“Kasihan dokter, karena harus bayar,” imbuhnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Dr Adib Khumaidi SpOT, membenarkan ada biaya yang dikenakan dalam proses pengurusan izin praktek. Namun jika dirinci, anggaran yang dibebankan kepada dokter relatif masih dalam batas wajar.
Misalnya, biaya perhimpunan tiap dokter spesialis tidak lebih atau rata-rata Rp 100.000. Tergantung asosiasi dokter spesialis masing-masing.
Misalnya, pakar kebidanan, Sekretaris Jenderal Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof Budi Wiweko, juga mengatakan, iuran perhimpunan kebidanan selama setahun adalah Rp 1,3 juta. Dia mengklaim tidak ada perbaikan selama bertahun-tahun.
“Masih sama seperti dulu, Rp. 1,3 juta setahun,” jelas Prof. Iko, sapaan akrabnya, saat dihubungi detikcom, Minggu (19/3).
BERIKUTNYA: Biaya IDI dan Penjelasan Menteri Kesehatan