
Diterpa Krisis Populasi, Semakin Banyak Warga Jepang Memilih Hidup Menyendiri
Jakarta –
Dari survei yang dilakukan, hampir 1,5 juta orang di Jepang memilih menarik diri dari kehidupan publik. Mereka memilih untuk hidup tertutup di rumah mereka.
Ini adalah gaya hidup atau isolasi hikikomori yang didefinisikan oleh pemerintah sebagai seseorang yang mengisolasi diri setidaknya selama 6 bulan. Beberapa dari mereka hanya keluar rumah untuk membeli makanan dan melakukan aktivitas sesekali.
Istilah hikikomori adalah ungkapan yang muncul pada tahun 1980-an. Pihak berwenang telah menyatakan keprihatinan tentang masalah ini dalam dekade terakhir. Namun, wabah COVID yang terjadi semakin memperburuk keadaan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Survei nasional menemukan bahwa di antara 12.249 responden, sekitar 2 persen orang berusia 15 hingga 64 tahun diidentifikasi sebagai hikikomori, dengan sedikit peningkatan di antara mereka yang berusia 15 hingga 39 tahun. Menerapkan persentase itu ke total populasi Jepang, diperkirakan ada 1,46 juta orang yang memilih untuk mengisolasi diri.
Ada beberapa alasan mengapa orang lebih memilih untuk mengisolasi diri. Diantaranya adalah kehamilan, kehilangan pekerjaan, sakit, pensiun, dan masalah intrapersonal yang buruk.
Namun, alasan utama gaya hidup ini meningkat adalah pandemi COVID-19. Lebih dari seperlima responden menyebut epidemi sebagai faktor penting dalam gaya hidup lajang mereka.
Jepang adalah salah satu negara di Asia Timur yang tetap berada di bawah pembatasan pandemi ketat hingga 2022. Jepang akhirnya membuka kembali perbatasannya untuk pengunjung asing Oktober lalu, mengakhiri salah satu kontrol perbatasan paling ketat di dunia dua tahun setelah wabah dimulai.
“Akibat COVID-19, kesempatan untuk berhubungan dengan orang lain berkurang,” kata makalah terpisah yang diterbitkan pada Februari di National Food Library of Japan dikutip CNN, Sabtu (8/4/2023).
Tidak hanya menyebabkan peningkatan gaya hidup menyendiri, epidemi ini juga memperburuk masalah sosial di Jepang. Seperti kesepian, isolasi, kesulitan keuangan, meningkatnya kasus bunuh diri, hingga kasus kekerasan terhadap anak dan rumah tangga.
Para ahli mengatakan bahwa hikikomori sering dikaitkan dengan masalah psikologis seperti depresi dan kecemasan meskipun faktor sosial juga berperan, seperti norma patriarkal Jepang dan menuntut budaya kerja.
Tonton Video “Angka Kelahiran Jepang Turun, Pejabat Khawatir Bangsa Ini Menghilang”
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)